Washington (ANTARA) – Amerika Serikat pada Kamis (1/6) mengumumkan tindakan balasan menyusul keluarnya Rusia dari pakta terakhir antara kedua negara mengenai kepemilikan senjata nuklir pada awal tahun ini.
Tindakan tersebut termasuk keputusan AS pada Selasa untuk tidak memberikan data terkini per dua tahun ke Rusia yang mencakup basis data komprehensif tentang fasilitas dan kekuatan nuklir AS yang dapat dipertanggung jawabkan berdasarkan Perjanjian START Baru (New START Treaty), kata Departemen Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan.
Keputusan tersebut diambil setelah Rusia mengonfirmasi “tidak akan memenuhi kewajiban untuk memberikan pembaruan data dua tahun pada 30 Maret 2023.”
Data dasar harusnya ditukar dua kali setahun, satu kali pada Maret dan satu kali pada September.
Mulai Kamis, AS juga akan menahan pemberitahuan terkait nuklir yang secara eksplisit diminta berdasarkan kesepakatan tersebut, termasuk pembaruan status barang-barang yang ada dalam pakta tersebut, yang juga mencakup rudal dan peluncur.
Washington akan terus memberi Moskow pemberitahuan peluncuran rudal balistik antarbenua (ICBM) dan peluncuran rudal balistik yang diluncurkan kapal selam (SLBM), yang merupakan persyaratan di bawah Perjanjian pemberitahuan peluncuran Rudal Balistik pada 1988.
Baca juga: AS berhenti berbagi data tentang kekuatan nuklir dengan Rusia
AS juga akan memberi tahu Rusia tentang latihan-latihan peluncuran rudal seperti yang tercakup dalam perjanjian terpisah yang disepakati (dengan Rusia) pada tahun berikutnya, kata Deplu AS.
Namun, AS tidak akan lagi memfasilitasi inspeksi Rusia atas aktivitas nuklir AS yang tercakup dalam New START Treaty, dan pencabutan visa warga Rusia yang bertugas melakukan inspeksi. Pertukaran data telemetri dari peluncuran ICBM dan SLBM juga tidak akan dilakukan lagi.
Presiden Rusia Vladimir Putin secara resmi menangguhkan partisipasi Moskow dalam perjanjian tersebut pada akhir Februari sebagai balasan atas dukungan berkelanjutan Washington pada Ukraina.
New START Treaty, yang ditandatangani pada 2010, membatasi jumlah hulu ledak nuklir strategis yang dikerahkan Rusia dan AS dengan maksimum 1.550.
Perjanjian tersebut juga membatasi jumlah peluncur dan bom berkemampuan nuklir maksimum 800, serta menciptakan aturan inspeksi dan pemberitahuan timbal balik.
AS dan Rusia sebelumnya sempat memperpanjang perjanjian tersebut hingga 2026 setelah Presiden AS Joe Biden memperpanjangnya pada Januari 2021.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Sekjen PBB meminta AS dan Rusiamelanjutkan implementasi New START
Baca juga: Rusia menentang potensi serangan nuklir AS, Inggris dan Prancis
Penerjemah: Cindy Frishanti Octavia
Editor: Yuni Arisandy Sinaga
HAK CIPTA © ANTARA 2023