REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG — Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Universitas Diponegoro (Undip) berencana menggelar aksi 1.000 lilin dan doa bersama untuk menunjukkan solidaritas serta belasungkawa atas meninggalnya Aulia Risma Lestari (ARL). Dia adalah mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Undip di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr.Kariadi Semarang yang diduga terjadi bunuh diri akibat mengalami perundungan dari seniornya.
“Nanti merencanakan sebetulnya aksi 1.000 lilin dan doa bersama gituyang lebih kepada mendoakan mendiang dan menyatakan bahwasannya mendiang tidak sendirian,” ungkap Ketua BEM Undip Farid Darmawan ketika dihubungi, Ahad (18/8/2024).
Dia mengatakan saat ini aksi 1.000 lilin sedang diintensifkan. “Dalam waktu dekat. Nanti segera diinformasikan kembali,” ujar Farid ketika ditanya kapan aksi seribu lilin untuk menunjukkan solidaritas kepada ARL digelar.
Farid menegaskan bahwa BEM dari seluruh fakultas Undip akan mengawali kasus kematian ARL. “Tentu, kami tentu terus mengawali kasus tersebut, mendesak berbagai pihak yang memang berwenang untuk menyelesaikannya,” katanya.
BEM se-Undip telah menggelar aksi unjuk rasa simbolis menuntut kampus mengusut kasus kematian ARL, Ahad ini. Aksi tersebut digelar di sela-sela kegiatan Orientasi Diponegoro Muda 2024, yakni rangkaian penutupan penerimaan mahasiswa baru.
Farid mengungkapkan, meski diselenggarakan secara spontan, ketua BEM dari 11 fakultas dan satu sekolah vokasi Undip, ikut berpartisipasi dalam unjuk rasa tersebut. Dalam aksinya, para peserta aksi menyaksikan membebat mata mereka menggunakan kain hitam sambil menenteng lembaran kertas dengan rangkaian huruf yang menyebutkan “usut tuntas”. Mereka juga membawa foto mendiang ARL.
Farid mengatakan, BEM se-Undip prihatin dengan kasus kematian ARL dan berbelasungkawa atas kematian. “Jadi kami menyuarakan melalui aksi simbolik,” ujarnya.
Dia menjelaskan mengapa dalam unjuk rasa tersebut para peserta membabat mata mereka menggunakan kain hitam. “Di situ juga ada aksi tutup mata untuk mengingatkan bahwasannya kita tidak boleh abai terhadap kasus (ARL) tersebut,” kata Farid.
“Dan juga sebagai pengingat kepada pihak yang berwenang, pun pihak Universitas Diponegoro, untuk tidak mengabaikan atau menyepelekan kasus tersebut,” tambah Farid.
Oleh karena itu dia berharap pihak-pihak berwenang mengusut tuntas kematian ARL. “Kalaupun iya ada hal-hal yang sekiranya betul perundungan, itu bisa dituntaskan dan tidak terjadi lagi. Kalaupun memang tidak ada, coba untuk diberikan rasionalisasi yang memang mungkin masuk akal,” ucapnya.
Farid sempat bertanya bagaimana respon Undip terhadap unjuk rasa yang digelar seluruh BEM di kampus tersebut. “Sejauh kami aksi tidak ada intervensi atau represifitas;” katanya.
ARL ditemukan meninggal di kamar kosnya di daerah Lempongsari, Semarang, Jateng, pada Senin (12/8/2024) malam. Berdasarkan keterangan polisi, ketika pemakamannya dievakuasi, ditemukan obat penenang. ARL diduga mengira dirinya sendiri obat penenang ke tubuhnya.
Selain obat penenang, di kamar tersebut juga ditemukan buku harian atau diari ARL. Dalam buku itu terdapat cerita keluh kesah ARL selama menjalankannya PPDS di RSUP Dr.Kariadi. Selain materi pendidikan, ARL juga mengeluhkan tindakan para seniornya terhadapnya.
Sementara itu Undip telah membantah kabar bahwa ARL diduga bunuh diri akibat perundungan. Menurut Undip, ARL mengakhiri hidupnya karena menghadapi masalah kesehatan. “Mengenai pemberitaan kematian almarhumah terkait dengan dugaan perundungan yang terjadi, dari investigasi internal kami, hal tersebut tidak benar,” ungkap Manajer Layanan Terpadu dan Humas Undip Utami Setyowati saat memberikan keterangan pers di Kantor Humas Undip, Kamis (15/8/2024).
Dia menambahkan bahwa selama ini ARL konservasi dalam pekerjaannya. “Namun demikian, almarhumah mempunyai masalah kesehatan yang dapat mempengaruhi proses belajar yang sedang dilakukan,” ujarnya.
Kendati demikian, Utami mengaku tidak bisa mengungkap secara mendetail masalah kesehatan apa yang dialami ARL terkait. Alasannya karena konfidensialitas medis dan privasi almarhumah.
“Berdasarkan kondisi kesehatannya, almarhumah sempat mempertimbangkan untuk mengundurkan diri (dari PPDS). Namun karena dia adalah penerima beasiswa sehingga secara administratif terikat dengan ketentuan penerima beasiswa, sehingga almarhumah mengurungkan niat tersebut,” ucap Utami.
Dia mengatakan, Undip terbuka dengan fakta-fakta valid lain di luar penyelidikan internal mereka. “Kami siap berkoordinasi dengan pihak mana pun untuk menjamin tujuan pendidikan dengan menerapkan zero bullying di Fakultas Kedokteran (FK) Undip,” ujar Utami.
Merespons kasus bunuh diri ARL, Kementerian Kesehatan sudah menghentikan Prodi Anestesi Undip di RSUP Dr.Kariadi. Penghentian dilakukan hingga adanya investigasi dan langkah-langkah yang dapat dipertanggungjawabkan Direksi RSUP Dr.Kariadi dan FK Undip.