Jakarta, CNBC Indonesia – Antrean penawaran umum perdana (IPO) langsung mengular di bulan pertama tahun ini. Setidaknya, ada 8 emiten yang bakal mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Berdasarkan data E-IPO, berikut kedelapan emiten tersebut.
Untuk ELIT, BEER, CBPE dan SOUL sudah melewati masa penawaran umum (menawarkan). Sedang CBRE, BMBL, WINE dan SUNI masih dalam proses tersebut.
Dari nama tersebut, setidaknya ada tiga nama yang cukup mencuri perhatian. Sebab, sektor usahanya terbilang jarang digarap perusahaan yang tercatat pada umumnya.
Misalnya BMBL. Perusahaan ini bergerak di bidang jasa bimbingan belajar atawa bimbel.
Belum ada sektor pendidikan dalam daftar papan perdagangan saham di BEI, bahkan subsektor sekalipun. Meski hal ini membuat tidak ada pembanding atau peer untuk mengukur valuasi sahamnya, namun menurut KGI Sekuritas, harga IPO yang ditawarkan tergolong murah, bahkan undervalue.
KGI Sekuritas juga memproyeksikan pertumbuhan untuk Lavender berdasarkan valuasi DCF yaitu Rp 200 per saham dengan WACC:15,7%. Hal itu mengindikasikan pertumbuhan P/E di 51,0x. Angka itu di bawah rata-rata papan akselerasi tempat Lavender berada dengan P/E di kisaran 66,8x. Juga P/BV sebesar 2,55x lebih kecil dari akselerasi papan 2,82x.
Lavender disebut-sebut juga termasuk perusahaan yang sehat dengan melihat rasio leverage yang sangat kecil. Memang dilihat jika 2 tahun terakhir perusahaan memiliki DER yang tinggi 180% (2020) dan 116% (2021), namun setelah IPO di tahun 2022 DER turun mencapai 3% di tahun 2023 diperkirakan tidak banyak berubah dikisaran 6%.
Secara kinerja keuangan pada 2022 ini diproyeksikan Lavender mengantongi laba bersih sebesar Rp 4 miliar. Angka itu naik hampir 2 kali lipat dari perolehan laba bersih di 2021 sebesar Rp 2,13 miliar.
Dalam proyeksi perusahaan, laba bersih di tahun 2023 bisa mencapai Rp 6 miliar dan tahun 2024 mencapai Rp 16,5 miliar.
Sementara pendapatan tahun ini diperkirakan mencapai Rp 15,3 miliar. Angka proyeksi itu juga naik lebih dari 2 kali lipat dari perolehan di 2021 sebesar Rp 7,8 miliar. Sementara proyeksi tahun 2023 sebesar Rp 28,8 miliar dan tahun 2024 Rp 46,19 miliar.
Akan tetapi, ada empat hal yang patut menjadi perhatian investor. Pertama kapitalisasi pasar yang kecil, kedua potensi likuiditas yang berkurang terkait poin satu, ketiga belum adanya ekspansi membuat cabang, keempat akibat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.