Jakarta, CNBC Indonesia – Perusahaan BUMN PT Timah Tbk. (TINS) terseret kasus korupsi setelah Kejaksaan Agung (Kejagung). Kejagung telah menetapkan lima orang tersangka yang terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. tahun 2015 s/d 2022. Salah satunya adalah eks dirut PT Timah Tbk. Mochtar Riza Pahlevi Tabrani.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan dikaitkan dengan alat bukti yang ditemukan, Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus telah meningkatkan status lima orang Saksi menjadi tersangka, yakni sebagai berikut:
A. SG alias AW selaku pengusaha tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
B. MBG sebagai pengusaha tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
c, HT alias ASN selaku Direktur Utama CV VIP (perusahaan milik tersangka TN alias AN)
D. MRPT alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk. tahun 2016 s/d 2021.
e. EE alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk. tahun 2017 s/d 2018.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, pasal yang disangkakan kepada kelima tersangka adalah Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk kepentingan penyidikan, tersangka MRPT alias RZ, tersangka HT alias ASN, dan tersangka MBG dilakukan terpencil di Rumah Tahanan Negara Kelas I Jakarta Pusat. Untuk tersangka SG dilakukan terpencil di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung dan tersangka EE alias EMLdi Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari ke depan,” kata Ketut dalam siaran pers-nya, Jumat (16/2/2024).
Berikut Kronologinya Kasus Korupsi Timah
Tersangka HT alias ASN merupakan pengembangan penyelidikan dari Tersangka sebelumnya yang sudah dilakukan tersingkir yakni Tersangka TN alias AN dan Tersangka AA.
Kemudian mengenai Tersangka SG alias AW dan Tersangka MBG, kedua tersangka ini memiliki perusahaan yang melakukan perjanjian kerja sama dengan PT Timah Tbk pada tahun 2018 tentang sewa peralatan pengolahan peleburan timah.
Perjanjian tersebut ditandatangani oleh Tersangka MRPT alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk dan Tersangka EE alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk.
Pada saat itu, Tersangka SG alias AW memerintahkan Tersangka MBG untuk menandatangani kontrak kerja sama serta menawarkan untuk menyediakan pencetakan timah dengan cara membentuk perusahaan-perusahaan boneka guna mengakomodir pengumpulan timah ilegal dari IUP PT Timah Tbk, yang semuanya dikendalikan oleh Tersangka MBG.
Bijih timah yang diproduksi oleh Tersangka MBG perolehannya berasal dari IUP PT Timah Tbk atas persetujuan dari PT Timah Tbk. Kemudian, baik mencetak maupun logam timahnya dijual ke PT Timah Tbk.
Untuk mengumpulkan timah yang ditambang secara ilegal, Tersangka MBG atas persetujuan Tersangka SG alias AW membentuk perusahaan boneka yaitu CV Bangka Jaya Abadi (BJA) dan CV Rajawali Total Persada (RTP).
Total biaya yang dikeluarkan oleh PT Timah Tbk terkait biaya pelogaman di PT SIP selama tahun 2019 s/d 2022 yaitu senilai Rp975.581.982.776. Sedangkan total pembayaran timah yakni senilai Rp1.729.090.391.448.
Untuk melegalkan kegiatan perusahaan-perusahaan boneka tersebut, PT Timah Tbk menerbitkan Surat Perintah Kerja Borongan Pengangkutan Sisa Hasil Pengolahan (SHP) timah mineral, dimana keuntungan atas transaksi pembelian timah tersebut dinikmati oleh Tersangka MBG dan Tersangka SG alias AW.
Selain membentuk perusahaan boneka, Tersangka MBG atas persetujuan Tersangka SG alias AW juga mengakomodir penambang-penambang timah ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk. Nantinya, mineral biji timah yang diperoleh dikirimkan ke smelter milik Tersangka SG alias AW.
Perbuatan para Tersangka mengakibatkan kerugian keuangan negara yang dalam prosesnya melebihi kerugian negara dari kasus korupsi lain seperti PT Asabri dan Duta Palma.
Selain itu, terdapat kerugian kerusakan lingkungan akibat aktivitas penambangan timah ilegal di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
PIK Crazy Rich Terseret
Belakangan, Kejagung juga melakukan penggeledahan ke rumah crazy rich Jakarta Helena Lim. Penggeledahan dilakukan pada Rabu 6 Maret hingga Jumat 8 Maret 2024.
Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) menggeledah beberapa tempat yakni kantor PT QSE, PT SD, dan rumah tinggal Helena Lim di wilayah Provinsi DKI Jakarta.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, dari penggeledahan, menyita barang bukti elektronik, kumpulan dokumen terkait, serta uang tunai sebesar Rp10 miliar dan SG$ 2.000.000 atau setara Rp 23,4 miliar (asumsi kurs Rp 11.700/ SG$) yang diduga kuat berhubungan atau merupakan hasil tindak kejahatan.
Artinya, secara total Kejagung menyita lebih dari Rp 33 miliar uang dalam dua mata uang berbeda.
“Kegiatan penggeledahan dan penyitaan dilakukan oleh Tim Penyidik untuk kesesuaian hasil dari pemeriksaan/keterangan para tersangka dan Saksi aliran dana yang diduga berasal dari beberapa perusahaan yang terkait dengan kegiatan tata niaga timah ilegal,” ujar Ketut, dalam keterangan resmi, Sabtu, ( 9/3/2024).
Selanjutnya, Tim Penyelidik akan terus menggali fakta-fakta baru dari barang bukti tersebut guna mengungkap suatu tindak pidana yang tengah dilakukan penyidikan.
Sejauh ini, penyidik sudah menjerat 14 tersangka dalam kasus korupsi Timah ini. Empat belas di antaranya termasuk mantan Dirut PT Timah, Riza Pahlevi, dan mantan Direktur Keuangan PT Timah, Emil Ermindra.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menetapkan 5 orang tersangka terkait perkara tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk (TINS) selama 2015-2022.
Saham TINS Dipelototi Bursa
Saham emiten tambang timah itu tercatat melesat 46,28% dalam sepekan terakhir, dan berada di posisi Rp 885 per saham.
TINS juga sempat mencapai harga Rp 915 per saham pekan lalu. Dalam sebulan terakhir, TINS telah melesat 55,26%.
Sehubungan dengan terjadinya UMA atas kedua saham tersebut, BEI menyampaikan saat ini sedang mencermati perkembangan pola transaksi keduanya.
“Pengumuman UMA tidak serta merta menunjukkan adanya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal,” kata Bursa dalam keterangannya, dikutip Senin (18/3/2024).
Oleh karena itu para investor diharapkan untuk:
A. Memperhatikan jawaban Perusahaan Tercatat atas permintaan konfirmasi Bursa;
B. Mencermati kinerja Perusahaan Tercatat dan keterbukaan informasinya;
C. Mengkaji kembali rencana aksi korporasi Perusahaan Tercatat apabila rencana tersebut belum mendapatkan persetujuan RUPS;
D. Merekomendasikan berbagai kemungkinan yang dapat timbul di kemudian hari sebelum melakukan pengambilan keputusan investasi. Seluruh keterbukaan informasi terkait Emiten dipublikasikan melalui website Bursa (www.idx.co.id).
(luar biasa/luar biasa)