Denmark telah menyepakati cara menerapkan pajak pertama di dunia atas emisi pertanian, termasuk perut kembung akibat peternakan.
Hal ini terjadi setelah berbulan-bulan negosiasi antara partai-partai besar di negara tersebut, petani, industri, serikat pekerja dan kelompok lingkungan hidup. Perjanjian Tripartit Hijau pertama kali diumumkan pada bulan Juni.
Mulai tahun 2030, petani harus membayar retribusi sebesar 300 kroner ($43; £34) per ton metana (sesuai dengan karbon dioksida) atas emisi dari peternakan termasuk sapi dan babi, yang akan meningkat menjadi 750 kroner pada tahun 2035.
Menteri Tripartit Hijau mengatakan mereka akan “melakukan apa pun untuk mencapai tujuan iklim kita” setelah menerima “mayoritas luas” di parlemen.
“[It is a] tugas yang sangat besar yang kini sedang dilakukan: mengubah sebagian besar lahan kita dari produksi pertanian menjadi hutan, menjadi ruang alami, untuk memastikan bahwa kita dapat menghidupkan kembali fjord kita,” kata Jeppe Bruus.
Bagian dari perjanjian Tripartit Hijau antara pemerintah, industri pertanian, dan organisasi lingkungan hidup juga bertujuan untuk mengurangi polusi nitrogen dalam upaya memulihkan pesisir dan fjord. Emisi nitrogen dapat dikurangi sebesar 13.780 ton per tahun mulai tahun 2027, kantor berita AFP melaporkan.
Upaya terpadu juga akan dilakukan untuk meningkatkan keanekaragaman hayati negara ini.
Menurut harian Denmark Pos Kopenhagen250.000 hektar hutan baru akan ditanami, dan 140.000 hektar lahan gambut yang sedang digarap akan dikembalikan ke habitat aslinya.
Lahan gambut merupakan lahan basah yang ditandai dengan kondisi tergenang air dan dikenal sebagai penyimpan karbon.
Sekitar 60% wilayah Denmark saat ini merupakan lahan pertanian, menjadikan negara ini bersama dengan Bangladesh sebagai negara yang memiliki lahan pertanian tertinggi, menurut laporan parlemen Denmark.
“Alam Denmark akan berubah dengan cara yang belum pernah kita lihat sejak lahan basah dikeringkan pada tahun 1864,” kata Bruus, seperti dikutip kantor berita AFP.
Berbicara mengenai perjanjian tersebut, Menteri Iklim, Energi dan Utilitas Denmark, Lars Aagaard, mengatakan perjanjian tersebut menunjukkan “keinginan negaranya untuk bertindak”.
“Hal ini juga menunjukkan model Denmark – mayoritas politik di parlemen Denmark [and] keterlibatan sektor-sektor yang akan terkena dampak pajak dan keterlibatan pemangku kepentingan lingkungan hidup,” tambahnya, seraya menjelaskan bahwa hal-hal ini adalah “hal-hal yang dapat kita manfaatkan jika seluruh dunia dapat mendorong kerja sama dalam upaya memerangi perubahan iklim.”