Friday, October 18, 2024
HomeNationalPekan Menegangkan! Kabar dari China Bisa Bikin IHSG Merana

Pekan Menegangkan! Kabar dari China Bisa Bikin IHSG Merana



Jakarta, CNBC Indonesia – Pasar keuangan Tanah Air mampu mencatatkan kinerja cemerlang pekan ini. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menguat, sementara Mata Uang Garuda juga mampu bersinar melawan dolar Amerika Serikat (AS).

Dari sisi IHSG, pekan lalu mampu menguat 2,28% sepekan ke posisi 6.869,57. Cemerlangnya kinerja indeks acuan dalam negeri dipicu oleh penguatan 5 hari berturut-turut sejak awal pekan.

Posisi pada penutupan Selasa (11/7/2023) menjadi yang terbesar dengan apresiasi 0,98%. Kemudian, pada perdagangan Jumat (14/7/2023) IHSG berakhir dengan apresiasi 0,87%. Sementara yang paling rendah ditutup menguat tipis 0,03% pada perdagangan Kamis (13/7/2023).

Pada perdagangan Jumat lalu, secara sektoral sektor energi kembali menjadi penopang terbesar IHSG pada hari ini yakni mencapai 2,6%. Selain sektor energi, sektor properti dan infrastruktur juga menopang IHSG masing-masing 2,27% dan 1,02%.



Dalam beberapa waktu terakhir, data perdagangan menunjukkan investor asing melakukan aksi beli bersih (pembelian bersih) senilai Rp 411,83 miliar di pasar reguler.

Dari pasar keuangan lain, Rupiah juga ikut mencatatkan kinerja yang cemerlang pula. Merujuk data perbaikan,nilai tukar rupiah ditutup di posisi Rp 14.955/US$1. Mata uang Garuda menguat 0,07% terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Pekan ini, rupiah mampu menguat 1,17% pada pekan ini. Penguatan tersebut adalah yang paling tajam sejak akhir April tahun ini atau dalam 2,5 bulan terakhir.

Penguatan pada pekan ini juga mengakhiri tren buruk rupiah yang ambruk pada empat pekan beruntun sebelumnya. Tak hanya itu, rupiah juga mampu mencatatkan reli panjang dengan menguat selama empat hari beruntun.



Rupiah sempat ditetapkan pada level Rp 15.000/US$1 pada 3-12 Juli atau enam hari perdagangan. Rupiah menguat tajam dengan ditopang oleh faktor dalam negeri dan eksternal.

Dari dalam negeri, kinerja rupiah terbantu oleh membaiknya data ekonomi yang mulai melandanya inflasi serta dirilisnya aturan mengenai Devisa Hasil Ekspor (DHE).

Aturan DHE dibuat lebih ketat termasuk dengan kewajiban eksportir menaruh DHE minimal 30% dengan jangka waktu paling singkat tiga bulan.

Aturan tersebut juga memungkinkan pemerintah memberlakukan konversi jika stabilitas ekonomi tengah goyang. Pengetatan aturan ini diharapkan mampu menambah suplai dolar AS ke dalam negeri sehingga rupiah bisa semakin kuat ke depan

Lantas mampukah pasar keuangan melanjutkan kinerja yang menggembirakan pekan depan?

Investor tentu saja masih fokus mencermati sentimen pasar dari yang diungkapkan atas pengumuman sejumlah data ekonomi yang menjadikan sinyal-sinyal bagaimana kondisi perekonomian global mempengaruhi pasar keuangan dalam negeri.

Pekan depan tampak menjadi pekan yang sibuk. Serangkaian data ekonomi penting akan dirilis. Awal pekan saja kita sudah disuguhkan dengan rilis data pertumbuhan ekonomi Cina untuk kuartal II-2023.

Perekonomian China naik 4,5% yoy pada kuartal I-2023, meningkat dari pertumbuhan 2,9% pada kuartal IV-2022 dan melampaui perkiraan pasar sebesar 4%. Itu adalah laju ekspansi terkuat sejak Kuartal I-2022, di tengah upaya memacu pemulihan pascapandemi.



Namun, badan statistik China menyebutkan dalam sebuah pernyataan bahwa lingkungan global yang kompleks dan permintaan domestik yang tidak mencukupi berarti cadangan untuk pemulihan negara “belum kokoh”. China menetapkan target PDB moderat sekitar 5% untuk tahun 2023. Tahun lalu, ekonomi tumbuh 3%, meleset dari target pemerintah sekitar 5,5%

Selain data pertumbuhan ekonomi, ada juga rilis data produksi industri untuk periode Juni 2023, penjualan retail periode Juni, serta data tingkat aksi periode Juni.

Serangkaian data ini tentu saja menjadi perhatian pelaku pasar. Pasalnya, sebelumnya data indikator ekonomi lainnya begitu mengecewakan. Diketahui, Ekspor China melaporkan penurunan dengan besaran paling jumbo dalam tiga tahun pada Juni, angkanya menurun lebih buruk dari perkiraan yakni 12,4% secaratahun ke tahun(yoi). Sementara Impor juga turun lebih dari yang diharapkan yakni sebesar 6,8% (yoy).

Ini menandakan bahwa ekonomi China tampak semakin terpukul. Negara yang dipimpin presiden Xi Jin Ping ini tampak kehilangan momentum untuk pulih setelah tertekan akibat Covid-19. Pada kenyataannya memang pahit, indikator ekonomi semakin lesu.

Kemudian di akhir pekan depan, China akan kembali mewarnai sentimen ekonomi dengan merilis suku bunga untuk Loan Prime Rat 1Y dan Loan Prime Rate 5Y.

Dari dalam negeri bakal ada rilis data neraca perdagangan untuk periode Juni 2023. Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode Juni 2023 pada Senin (16/7/2023).

Surplus neraca perdagangan diperkirakan melonjak pada Juni 2023. Surplus naik karena kerugian impor seperti pada Mei diproyeksi tidak akan terulang.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 lembaga indeks surplus neraca perdagangan pada Juni 2023 akan mencapai US$ 1,17 miliar.

Surplus tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan Mei 2023 yang mencapai US$ 0,44 miliar. Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 38 bulan berturut-turut.

Konsensus juga menunjukkan bahwa ekspor akan terkontraksi 19% (tahun demi tahun/yoy) impor sementara terkoreksi 6,69%. Sebagai catatan, nilai ekspor Juni 2023 menguat 0,96% (yoy) dan melonjak 12,61% (bulan ke bulan/mtm) menjadi US$ 21,72 miliar.
Impor tumbuh 14,35 (yoy) dan melonjak 38,65% (mtm) menjadi US$ 21,28 miliar.

Perlu diketahui, berdasarkan negara tujuan, ekspor nonmigas ke Tiongkok, Amerika Serikat, dan Jepang merupakan kontributor utama terhadap total ekspor Indonesia. Sementara itu, impor nonmigas tercatat meningkat pada hampir seluruh golongan barang sejalan dengan aktivitas ekonomi yang terus meningkat.

Maka jika ada penurunan impor dari mitra datang utama ini, maka akan berpengaruh pada nilai ekspor Indonesia.

Selain itu, Pada Rabu (18/7/2023) data ekonomi juga diwarnai oleh Amerika Serikat (AS). Berikut rincian jadwalnya.



Data ini tentu menjadi penting bagi pelaku sabar, pasalnya saat ini pelaku pasar masih butuh sinyal ke mana sebenarnya ekonomi AS bakal berlabuh. Apalagi data inflasi pekan lalu mulai menunjukkan penurunan.

Selain itu, menurut ekonom veteran Steve Hanke cerita inflasi adalah sejarah. Salah satu pemicunya adalah pasokan uang telah berkontraksi dari tahun ke tahun sebesar minus 4% di Amerika Serikat.

Hal ini karya Hanke, seorang profesor ekonomi terapan di Universitas Johns Hopkins, mengatakan kepada CNBC “Street Signs Asia” pada Kamis (13/7/2023).

Dalam laporannya ia mengungkapkan belum pernah melihatnya sejak 1938, di mana perubahan jumlah uang yang beredar menyebabkan perubahan harga indeks dan inflasi.

Tingkat inflasi AS pada Juni lebih rendah dari yang diharapkan sebesar 3%. Kenaikan secara year-on-year (yoy) terkecil dalam dua tahun. Indeks harga konsumen inti, yang menghapus harga makanan dan energi yang bergejolak, naik 4,8% dari tahun lalu dan 0,2% bulan ke bulan.



Mendinginnya IHK juga berarti meningkatnya daya beli konsumen. Penghujung minggu yang disesuaikan dengan inflasi untuk pekerja swasta rebound 0,5% dan naik 0,6% dari tahun ke tahun.

Di akhir pekan, AS bakal mengeluarkan data terkait tenaga kerja diantaranya klaim respons. Ini juga penting untuk menjadi sinyal bagaimana langkah The Fed ke depan.

Kemudian pada Rabu (19/7/2023) Zona Eropa dan Inggris bakal mendominasi rilis data indikator ekonomi mereka mulai dari inflasi dan data Indeks Harga Produsen (PPI) untuk periode Juni.

PENELITIAN CNBC INDONESIA

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya

Wall Street “Terbakar”, Netflix-J&J Biang Keroknya


(aum/aum)




Source link

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments