Jakarta (ANTARA) – Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Rachmat Kaimuddin mengatakan bahwa pemerintah menetapkan penghapusan pajak hingga bea masuk untuk mobil listrik sepenuhnya dibangun (CBU) atau impor utuh sampai akhir 2025.
“Bagi yang hendak berkomitmen membuat pabrik di Indonesia, kami akan memberikan keringanan waktu dua tahun sampai akhir 2025, Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) dan bea masuknya kami berikan nol persen, tapi, PPN-nya masih 11 persen supaya jadi pembeda dengan yang di dalam dan yang belum,” kata dia diterima di Jakarta, Jumat.
Dengan demikian, artinya industri otomotif yang hendak membangun pabrik mobil listrik di Tanah Air masih diperbolehkan untuk mengimpor mobil CBU hingga akhir tahun 2025, sebagaimana tertuang dalam Perpres Nomor 79 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Kendaraan Listrik Baterai) untuk Transportasi Listrik.
Baca juga: Memacu mengadopsi kendaraan listrik demi bumi yang lebih hijau
Meski begitu, Rachmat menekankan bahwa mereka harus memproduksi kendaraan di dalam negeri dengan jumlah yang sama dengan kendaraan yang mereka impor hingga tahun 2027.
Apabila jumlah yang telah ditentukan tidak tercapai, Rachmat menyebutkan mereka akan dikenakan sanksi sebesar nilai yang setara dengan insentif yang diberikan.
“Jadi, jika mereka mengimpor misalnya seribu unit sampai tahun 2025, mereka harus memproduksi seribu juga di tahun 2027. Kalau kurang mereka harus membayar, dikenakan sanksi sebesar insentif yang kami berikan. Jadi, tidak bisa main-main pura-pura memproduksi padahal tidak,” jelas Rachmat.
Selain itu, diskon Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 1 persen juga tidak akan berlaku bagi produk CBU. Pasalnya, produk tersebut tidak memiliki syarat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sesuai dengan Perpres.
Rachmat menyebutkan bahwa para produsen tidak hanya dapat membuat pabriknya sendiri, namun juga diperbolehkan untuk menggandeng fasilitas perakitan lokal untuk memproduksi mobil listrik.
“Sebenarnya pada prinsipnya harus TKDN 40 persen, jadi apakah bikin pabrik atau apakah dia bisa kerjasama, selama itu cukup TKDN, maka tenaga kerja terbangun di domestik,” imbuh Rachmat.
Baca juga: Kelonggaran target TKDN beri ruang industri mobil listrik berkembang
Baca juga: KLHK: Pengelolaan limbah baterai EV harus ditangani dengan benar
Baca juga: NETA sambut baik kelonggaran TKDN 40 persen untuk kendaraan listrik
Pewarta: Pamela Sakina
Editor: Natisha Andarningtyas
Hak Cipta © ANTARA 2023