Suara.com – Pengamat ekonomi Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy mengakui, status pencabutan PPKM perlu dibarengi dengan pemberian insentif kepada sektor-sektor tertentu serta upaya menekan tingkat inflasi.
“Kebijakan ini (pemberhentian PPKM) juga perlu diiringi dengan kebijakan lain, termasuk kebijakan memberikan insentif untuk sektor-sektor tertentu dan juga kebijakan meredam angka akhir inflasi yang relatif masih tinggi terutama pada tahun lalu,” kata Rendy, Senin (2/1/ 2022).
Menurutnya, kebijakan kebijakan tersebut akan mempengaruhi perkembangan pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan I-2023 hingga triwulan selanjutnya sepanjang tahun 2023.
“Kombinasi kebijakan ini sebenarnya penting untuk menambah peluang agar kinerja ekonomi nasional pada tahun ini dapat mencapai target sesuai dengan yang ditetapkan pemerintah,” ujar Rendy.
Baca Juga:
PPKM Dicabut, Pemda DIY Tetap Gratiskan Pengobatan COVID-19
Pemberhentian kebijakan PPKM, kata dia, akan berdampak cukup signifikan terhadap sektor pariwisata di Tanah Air, hingga sektor turunannya.
“Dengan tumbuhnya sektor pariwisata, sektor ikutannya seperti misalnya transportasi, kemudian restoran, makanan dan minuman itu juga terganggu akan berdampak positif,” ujar Rendy.
Dia menyampaikan tujuan dicabutnya kebijakan PPKM tersebut agar kinerja perekonomian nasional dapat kembali ke level sebelum pandemi COVID-19.
Meskipun Indonesia sendiri sudah mencatatkan kinerja perekonomian yang positif sepanjang tiga triwulan berturut-turut pada tahun 2022, yang mana selalu tumbuh di atas 5 persen year on year (yoy).
Pemerintah secara resmi mencabut kebijakan PPKM terkait pandemi COVID-19 setelah Presiden Joko Widodo mengumumkannya melalui konferensi pers di Istana Negara, Jakarta, Jumat, 30 Desember 2022.
Baca Juga:
Bagikan Foto Jokowi, Dokter Tifa Sebut ‘Gambar Paling Konyol’ Gegara Satu Benda Ini