Tuesday, October 22, 2024
HomeNationalPilNet Kutuk Tindakan Polisi Tembaki Warga Bangkal Kalteng, 1 Korban Jiwa dan...

PilNet Kutuk Tindakan Polisi Tembaki Warga Bangkal Kalteng, 1 Korban Jiwa dan 2 Luka Berat


TEMPO.CO, Jakarta – Public Interest Lawyer-Network (PilNet) Indonesia mengutuk keras kebrutalan aparat Kepolisian Resor (Polres) Seruyan dan Polda Kalteng yang menembaki warga Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah. Akibat penembakan oleh polisi itu, dua orang mengalami luka berat dan satu orang dinyatakan meninggal dunia di lokasi.

PilNet merupakan gabungan dari WALHI, Sawit Watch, Greenpeace Indonesia, Perkumpulan HuMa, Gemawan, Trend Asia, dan ELSAM. Para warga saat itu tengah menggelar aksi menuntut haknya di PT HMBP 1 (Best Agro International Group). Koordinator PilNet Indonesia, Sekar Banjaran Aji menilai sepertinya tidak belajar dari kesalahan. Lagi-lagi rakyat yang berdiri memperjuangkan haknya terhadap PT HMBP yang merupakan bagian dari Best Argo Internasional Group menjadi korban.

Aksi protes warga dilakukan sejak 16 September 2023. Warga menutup akses jalan masuk perusahaan PT HMBP. Sebab, tuntutan warga tidak dipenuhi oleh pihak perusahaan dan merencanakan warga melakukan kegiatan blokade lahan perkebunan sawit yang selama ini diminta untuk diberikan kepada masyarakat (area berada di luar HGU PT HMBP).

Alih-alih turut memberikan pengayoman, aparat kepolisian yang berjaga di lokasi areal perusahaan justru melakukan tindakan represif kepada warga dengan menembakkan gas air mata dan menembak menggunakan peluru tajam. Tindakan ini dilakukan tanpa dasar dan pemicu yang jelas. Akibatnya, berdasarkan informasi yang diperoleh dari lapangan, setidaknya terdapat 3 orang terkena tembakan. Dari jumlah itu, 2 orang mengalami luka berat, dan 1 orang meninggal dunia di lokasi.

Menurut Pilnet, penggunaan senjata api dengan peluru tajam dalam penanganan massa tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun. Merujuk Pasal 7 Ayat (1) Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa, disebutkan bahwa anggota satuan pengendalian massa dalam unjuk rasa dilarang melakukan delapan hal. Salah satunya membawa senjata tajam dan peluru tajam.

Sekar mengatakan tragedi semacam ini tentu tidak dapat dibenarkan. Aparat Kepolisian sebagai alat negara yang seharusnya menegakkan hukum dan DAGING, justru menjadi aktivis dengan mengekang berpendapat kebebasan dan perjuangan warga Desa Bangkal yang telah jelas diatur dalam berbagai peraturan nasional maupun internasional. “Kepolisian nampaknya jelas-jelas mengabaikan hal ini,” ujar Sekar.

Padahal setiap aparat kepolisian seharusnya tunduk dan patuh terhadap Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Prinsip Penerapan dan Standar Hak Asasi Manusia dalam setiap penyelenggaraan tugas Kepolisian. Selain itu kepolisian juga telah melanggar Standar Norma dan Pengaturan (SNP)

Iklan

Oleh karena itu, PilNet menyatakan sikap dan tuntutan tindakan aparat kepolisian yang arogan dan menghilangkan nyawa orang lain adalah merupakan tindakan yang menegaskan harkat martabat sebagai manusia yang tidak dapat dibenarkan. Oleh karena itu, mereka menuntut Presiden Jokowi untuk mengeluarkan kinerja kepolisian yang semakin hari semakin menunjukkan watak represifnya. Polri berputar dan mengubah pendekatan pengendalian massa agar sesuai dengan standar-standar hak asasi manusia yang berlaku, termasuk yang diatur dalam Peraturan Kapolri No. 16 tahun 2006 tentang Pengendalian Massa, No. 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, serta No. 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia;

PilNet juga menyatakan perlunya upaya pembentukan aparat kepolisian yang berkompeten agar tidak terjadi perlakuan represif terhadap masyarakat. Meskipun aparat merupakan para penegak hukum, bukan berarti mereka berhak semena-mena kecuali menggunakan senjata. “Karena pada dasarnya masyarakat bukanlah para penjajah,” ujar Sekar.

PilNet menuntut Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah untuk bertanggung jawab dan menindak tegas dengan melakukan proses hukum baik etik maupun pidana anggota Polri di jajarannya yang melakukan kekerasan dan pelanggaran protap dalam penanganan aksi. Mereka meminta Kapolres Seruyan untuk membuka akses bantuan hukum kepada seluruh peserta aksi yang ditangkap. Mereka juga mendesak Kompolnas untuk melakukan penyelidikan terhadap tindakan aparat Polres Seruyan. Serta Komnas HAM agar melakukan investigasi terhadap dugaan pelanggaran HAM oleh aparat Polres Seruyan, ujarnya.

Ohan

Pilihan Editor: KPA: 73 Konflik Agraria Dampak Proyek Strategi Nasional Jokowi, Apa yang Terjadi di Seruyan, Air Bangis sampai Pulau Rempang?





Source link

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments