Jakarta, CNBC Indonesia – Kualitas kain dan pakaian PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex (SRIL) sudah diakui dunia internasional. Perusahaan terbesar se-Asia Tenggara, yang berada di Sukoharjo, Jawa Tengah ini memproduksi berbagai produk global.
Misalnya di sektor pakaian jadi (garmen), beberapa produk fashion terkenal seperti Zara, Guess, dan Timberland juga pernah dibuat di pabrik Sritex. Mereka juga terus melakukan inovasi model dengan mengembangkan beragam jenis.
Namun produk yang bisa disebut luar biasa adalah seragam militer berkemampuan khusus. Antara lain seragam anti peluru, anti api, anti radiasi, dan anti infra merah.
Itu cerita dulu karena kini Sritex mulai tenggelam. Perusahaan ini mengalami hutang yang menumpuk, perdagangan saham yang dihentikan, hingga terancam delisting.
Perdagangan saham SRIL telah dihentikan sejak 18 Mei 2021 dan akan pada Maret 2024 telah memasuki bulan ke-34. Sementara laporan keuangan terakhir yang dilaporkan yaitu September 2022 menurut situs resmi perusahaan.
Hingga September 2023, total liabilitas SRIL tercatat sebesar US$1,55 miliar atau setara dengan Rp24,16 triliun (kurs=Rp15.600/US$). Jumlah tersebut didominasi oleh utang-utang yang memiliki bunga seperti utang bank dan obligasi.
Secara rinci rinci utang bank dan obligasi yang dimiliki oleh Sritex adalah sebagai berikut:
– Utang bank jangka panjang yang jatuh tempo dalam satu tahun senilai US$13,06 juta atau Rp203,67 miliar,
– Utang jangka dengan jatuh tempo kurang setahun senilai US$5 juta atau Rp78 miliar,
– Utang bank dan obligasi jangka panjang bernilai US$1,33 miliar atau Rp20,57 triliun.
– Total utang bank dan obligasi adalah US$992 juta atau Rp15,49 triliun.
– Surat utang jangka menengah US$14,58 juta atau Rp227,5 miliar.
– Total obligasi bernilai US$368,25 miliar atau Rp5.744 triliun.
Foto: Pabrik Sritex (Bloomberg via Getty Images/Bloomberg)
Pabrik Sritex (Bloomberg melalui Getty Images/Bloomberg)
|
Jumlah tersebut sama dengan 86,88% dari total liabilitas yang dimiliki per September 2023. Di aman utang didominasi dengan masa jatuh tempo jangka panjang. Utang jangka panjang adalah utang mahal karena harus membayar jangka waktu yang lebih lama.
Perlu dicatat utang bank dan obligasi mengakibatkan ada bunga yang harus dibayar selain pokok pinjaman. Implikasinya adalah beban bunga akan menggerus pendapatan sehingga membuat kinerja profitabilitas menjadi buruk.
Utang yang gendut membuat Sritex mengalami “obesitas”. Jumlah utang bank dan obligasi yang dimiliki lebih tinggi dari aset yang dimiliki sehingga mengalami defisit modal.
Modal defisit biasa juga disebut sebagai ekuitas negatif. Emiten yang memiliki ekuitas negatif akan berbahaya bagi investor karena sebagai tanda bahwa perusahaan semakin dekat dengan kebangkrutan.
Jumlah aset yang dimiliki adalah US$653 juta atau Rp10,19 triliun. Jika dibandingkan dengan total utang yang berbunga maka terdapat defisit modal sebesar Rp10,8 triliun.
Jika total aset tersebut dibandingkan dengan jumlah liabilitas maka terjadi defisit modal sebesar Rp13,97 triliun.
Logikanya sederhana, misalnya perusahaan tersebut membutuhkan likuiditas segera demi membayar utang pada musim gugur. Saat kas tidak mencukupi hal yang bisa dilakukan adalah jual aset.
Tidak. dengan kondisi ekuitas negatif, penjualan aset pun masih tidak mampu membantu perusahaan dari hutang yang terlalu besar dan membutuhkan likuiditas segera.
Selain ekuitas negatif terdapat indikator lainnya yang semakin menegaskan kondisi Sritex tidak sehat, yakni rasio likuiditas dan rasio solvensi.
SRIL memiliki rasio lancar sebesar 175%, padahal maksimalnya adalah 100%. Rasio saat ini digunakan untuk mengetahui seberapa mampu suatu perusahaan dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
Padahal utang jangka pendek adalah yang paling berisiko dibandingkan dengan utang jangka panjang dalam struktur modal. Sebab harus segera dilunasi, jika tidak mampu dibayar maka perusahaan akan dihadapkan dengan pilihan yang sulit yakni melikuidasi aset (jika cukup) atau melakukan refinancing atau pailit.
Dijelaskan dalam buku Dasar-dasar Memahami Rasio dan Laporan Keuangan oleh Darmawan, rasio lancar adalah perbandingan antara aktiva lancar dan kewajiban lancar
Kemudian tingkat utang berbunga seperti bank dan obligasi dibandingkan aset (debt aset rasio) yang sebesar 207,9%, di atas batas aman 100%.
Bagaimana dengan debt equity ratio (DER) yang juga umum digunakan untuk mengukur kesehatan perusahaan? Tentu saja tidak bisa dihitung dan digunakan karena membukukan ekuitas negatif.
Perdagangan saham SRIL telah dihentikan sejak 18 Mei 2021 dan akan pada Maret 2024 telah memasuki bulan ke-34. Sementara laporan keuangan terakhir yang dilaporkan yaitu September 2022 menurut situs resmi perusahaan.
BEI menyebut, bursa dapat menghapus pencatatan saham perusahaan yang tercatat apabila mengalami kondisi, atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha, baik secara finansial atau hukum.
Juga, terhadap kelangsungan status sebagai perusahaan terbuka, dan tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.
Miris nasib Sritex sekarang, terlebih dahulu disanjung karena bahan dan kualitas pakaiannya. Bahkan produknya diminati untuk seragam militer di berbagai benua. Segmen pasarnya pun mayoritas di luar negeri.
Sayangnya pandemi Covid-19 pada tahun 2020 membuat bisnis Sritex babak belur. Pada tahun 2021, Sritex mencatatkan rugi bersih sampai Rp1,08 miliar atau Rp16,76 triliun. Padahal dalam sepuluh tahun sebelumnya mencatatkan pertumbuhan laba rata-rata 18,5% per tahun (CAGR).
(emy/wur)