Suara.com – Publik saat ini tengah menyoroti suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang terus meningkat pada perhitungan sementara Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia (RI).
Salah satunya dari pegiat media sosial Denny Siregar. Pada cuitannya di akun Twitter akun @dennysiregar7 terheran-heran dengan suara PSI yang semakin moncer.
Apalagi, dalam satu hari suara PSI tersebut mampu bersaing dengan partai lama seperti PPP.
Denny terheran-hereran dengan suara PSI yang semakin melejit itu. Apalagi dalam satu hari dari 2,6 persen bisa mancapai 3,2 persen.
Pada cuitannya itu, dia juga memberikan sindiran kepada PSI yang saat ini dinahkodai Kaesang Pangarep anak bungsu Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
“Ini @psi_id pake mesin apa ya ? Dalam sehari bisa ngebut gila2an dari 2,6 persen sekarang udah 3,2 persen aja.. Ayo ngebuttt… mumpung masih ada bapak..,” cuitnya dikutip Sabtu (2/3/2024 ).
Sontak saja cuitan itu mengundang reaksi dari berbagai netizen.
“Lu gak percaya quick count pilpres karena Ganjar kalah, lu percaya real count karena PDIP teratas (walaupun sebenarnya suaranya turun) bersamaan dengan itu lu gak percaya real count saat suara PSI bertambah. Jangan terlalu vulgar donk, ntar ayam ikutan ketawa jadi repot,” tulis warganet.
“Sampai 20 Maret bisa 5 persen. Lihat aja nanti,” tulis netizen.
“Saat ini kita harus terus menyuarakan kebenaran,” tulis netizen.
Menyanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Dewan Pembina PSI, Grace Natalie, menegaskan, penambahan maupun pengurangan suara selama proses rekapitulasi itu merupakan hal yang wajar.
Kalau dilihat pada rekapitulasi suara KPU per Sabtu (2/3/2024), PSI mengumpulkan 3,13 persen dari jumlah suara yang masuk keseluruhan sebanyak 65,73 persen.
Grace juga menekankan, hal yang tidak wajar adalah memperbesar-membesarkan sesuatu yang wajar tersebut.
“Penambahan termasuk pengurangan suara selama proses rekapitulasi adalah hal wajar. Yang tidak wajar adalah apabila ada pihak-pihak yang mencoba menggiring opini dengan penilaian hal tersebut,” kata Grace melalui keterangan persnya, Sabtu (2/3/2024).
Grace kemudian mengingatkan, perbedaan antara hasil quick count dengan rekapitulasi KPU juga terjadi di partai-partai lain.
Dirinya mengambil contoh hitung cepat versi lembaga survei Indikator Indonesia atas PKB yang hasilnya 10,65 persen tapi berdasarkan rekapitulasi KPU mencapai 11,56 persen atau ada penambahan 0,91 persen.
Contoh lainnya adalah suara Partai Gelora yang berdasarkan quick count 0,88 persen, sementara rekapitulasi KPU 1,44 persen alias selisih 0,55 persen.
PSI sendiri, menurut hitung cepat Indikator, ada di angka 2,66 persen sementara rekapitulasi KPU ada di 3,13 persen atau selisih 0,47 persen. Selisih PSI lebih kecil dibandingkan kedua contoh sebelumnya.
Karena itu ia agak menyetujui apabila hanya PSI yang mengemukakan terkait adanya fenomena naik dan turunnya suara.
“Kenapa yang disampaikan hanya PSI? Bukankan kenaikan dan juga penurunan yang terjadi di partai-partai lain? Dan itu wajar karena pemungutan suara masih berlangsung,” kata Grace.