TEMPO.CO, Jakarta – Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, menilai putusan DKPP soal pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden melanggar etika merupakan persoalan tata negara yang serius. Berdasarkan dua pelanggaran etik yang terjadi di Mahkamah Konstitusi dan KPU, dia menilai pencalonan Gibran Rakabuming mendampingi Prabowo Subianto bisa dibatalkan.
“Dengan dua keputusan yang melanggar kode etik ini ada alasan yang cukup kuat untuk mengatakan bahwa harusnya keputusan, pendaftaran Prabowo-Gibran itu dinyatakan dapat dibatalkan, bukan batal demi hukum,” kata Todung di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Menteng, Jakarta Pusat, pada Senin, 5 Februari 2024.
Tak hanya itu, Todung juga menyindir Gibran Rakabuming harusnya mundur dalam pencalonan ketika putusan DKPP ini keluar.
“Seharusnya kalau saya pribadi berpendapat bahwa terkait yang tahu mereka sudah melalui proses yang penuh dengan pelanggaran etika, ya, secara sukarela merendahkan diri sebagai capres dan cawapres,” kata Todung.
Menurut Todung, itu artinya ada proses hukum yang lain yang harus dilakukan. Menurut dia, dalam hukum itu ada yang disebut batal demi hukum atau dapat dibatalkan.
Selain itu, Todung menilai saat ini ada krisis hukum dalam proses Pilpres 2024 yang sedang berlangsung. Pihaknya berharap Pilpres ini harus berjalan sesuai konstitusi dan adil. “Kalau kita ingin melihat Pemilu dan Pilpres yang benar-benar konstitusional, benar-benar adil, benar-benar jurdil,” kata Todung.
Sementara itu, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, Habiburokhman, menyatakan keputusan DKPP merupakan permasalahan teknis, bukan substantif.
Iklan
“Putusan ini terkait masalah teknis pendaftaran, saya baris bawahi,” kata Habiburokhman dalam jumpa pers di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin, 5 Februari 2024. Menurut dia, komisioner KPU dikenakan sanksi karena dianggap melakukan kesalahan teknis, bukan pelanggaran yang substantif.
Dalam hukum, menurut Habiburokhman, substansi berada di atas formalitas. “Substansinya secara konstitusi sudah memenuhi syarat sehingga itulah yang dilakukan KPU untuk menerima pendafatran saat itu,” kata dia.
Selain itu, dia mengatakan saat pendaftaran dilakukan, DPR sedang menyetujui. Oleh karena itu, apa yang dia katakan tidak dapat dipahami saat itu KPU tidak bisa berkoordinasi dengan DPR. “Mau kirim surat ke mana, orang DPR-nya enggak ada, sedang ada di dapil masing-masing,” ujar dia.
ADIL AL HASAN | HAN REVANDA PUTRA
Pilihan Editor: Kritik Presiden Jokowi, Puluhan Guru Besar UMS Serukan Maklumat Kebangsaan dengan 8 Tuntutan