Media sosial beberapa waktu lalu dihebohkan dengan video yang menampilkan seorang ibu diduga hendak membuang bayinya di sebuah perlintasan kereta api Commuter Line.
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (Unair) Dr Dewi Retno Suminar Dra Msi Psikolog menanggapi adanya dugaan baby blues. Menurut Dewi, ibu pasca melahirkan kerap mengalami beberapa kondisi psikologis. Sekecil apa pun dukungan dari orang sekitar akan mempengaruhi kondisi mentalnya.
“Pada dasarnya dukungan dari suami, orang tua, bahkan kerabat merupakan kunci penting dalam menentukan kondisi psikologis seorang ibu pasca melahirkan. Karena emosi ibu pasca melahirkan sering tidak stabil dan perlu penyesuaian diri dengan bentuk tubuh dan kehidupannya yang baru,” ujar Dewi, Jumat (6/10).
Menurut Dewi, setiap keputusan yang seorang ibu ambil mengenai tindakan kepada bayinya berkaitan dengan peran suami dalam memberikan dukungan.
“Biasanya, seorang ibu sering melakukan beberapa hal menyakiti bayinya jika ia merasa tidak ada yang bisa membantu. Sama halnya dengan kejadian seorang ibu yang berencana membuang bayinya ke kereta api,” tuturnya.
Meskipun terdapat dugaan adanya baby blues, Dewi menekankan bahwa terdapat beberapa variabel yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan apakah seorang ibu tersebut mengalami baby blues atau tidak. Dalam hal ini, penderita baby blues memiliki bentuk reaksi yang bervariasi, mulai dari menangis bahkan hingga emosi.
Rentannya kasus baby blues pada ibu, tentu suami memiliki peran penting dalam membantu pengasuhan dan proses pemulihan pasca melahirkan. Selain itu, suami juga dapat memberikan afirmasi positif kepada istri, sehingga ia tidak merasa tersisihkan keberadaannya setelah kehadiran anak mereka.
“Tidak semua wanita mempunyai mental yang kuat. Ada beberapa wanita yang mandiri dan bisa mengatasi persalinan meski sedang berjauhan dengan pasangan. Namun, bagi wanita yang mandiri hal ini tentu membuatnya tertekan dan mudah emosional. Jadi ketika seorang ibu dalam proses atau pasca persalinan, sebisa mungkin ia harus ditemani agar tidak merasa sendirian,” jelas Dewi.
Dewi juga menambahkan bahwa pemerintah juga telah mencanangkan program suami siaga untuk mengurangi risiko stres pada ibu pasca kelahiran. Bagi Dewi, program ini dapat memberikan petunjuk kepada para suami mengenai apa saja yang perlu dipersiapkan untuk pra-kelahiran, proses persalinan, dan pasca kelahiran.