Jakarta (ANTARA) – Badan Penyelesaian Sengketa Organisasi Perdagangan Dunia (DSB WTO) pada 30 Mei resmi membentuk panel sengketa dagang Indonesia dengan Uni Eropa terkait kebijakan pengenaan bea masuk ketidakseimbangan dan bea anti dumping EU terhadap produk baja Indonesia.
“Penerapan kebijakan EU tersebut telah menghapus atau mengurangi keuntungan yang diperoleh Indonesia secara langsung atau tidak langsung berdasarkan perjanjian terkait,” ujar Deputi Wakil Tetap II RI untuk WTO Dandy Satria Iswara dalam keterangan tertulis PTRI Jenewa, Kamis.
Sebelumnya, pada 24 Januari 2023, Indonesia telah mengajukan konsultasi ke EU mengenai pengenaan bea masuk ketidakseimbangan dan anti dumping pada produk baja Indonesia.
Indonesia tertekan bahwa langkah-langkah ini tidak konsisten dengan kewajiban EU berdasarkan Perjanjian Subsidi dan Tindakan PengimbangPerjanjian Anti Dumpingdan Perjanjian Umum tentang Tarif dan Perdagangan (GATT) 1994.
Konsultasi antara kedua pihak telah berlangsung pada 13 Maret 2023, tetapi tidak dapat menghasilkan solusi jalan keluar seperti tersebut.
Dalam kaitan itu, panel pembentukan permintaan telah disampaikan pertama kali oleh Indonesia pada 18 April 2023.
Sebagaimana pasal 6.1 Pengertian Penyelesaian Sengketa (DSU), panel akan otomatis terbentuk pada pertemuan DSB berikutnya (DSB Mei 2023) setelah permintaan pembentukan panel pertama disampaikan.
Baca juga: Uni Eropa sengketa terkait penyelesaian ekspor nikel Indonesia
Baca juga: Indonesia menerima tawaran EU untuk konsultasi kesulitan ekspor nikel
Dalam tanggapannya, UE berpandangan bahwa kebijakannya telah sesuai dengan kesepakatan WTO dan panel akan menegakkan kebijakan tersebut.
Walaupun kecewa atas keputusan Indonesia untuk membentuk panel sengketa, tetapi UE mengakui bahwa keputusan tersebut merupakan hak Indonesia.
EU juga menyatakan kesiapan untuk berdiskusi dengan Indonesia mengenai pengaturan sementara timbal balik berdasarkan Pasal 25 DSU selama Badan Banding WTO tidak berfungsi.
Selanjutnya, pada pertemuan juga terdapat 14 Anggota WTO yang menyatakan keinginan untuk menjadi pihak ketiga perselisihan itu, yaitu Amerika Serikat, Argentina, Brazil, China, India, Inggris, Jepang, Kanada, Korea Selatan, Rusia, Singapura, Thailand, Turki, dan Ukraina .
Hal itu menunjukkan besarnya perhatian dan kepentingan anggota WTO terhadap kasus sengketa dagang tersebut.
Sesuai pasal 7.1 DSU, Indonesia dan EU diharapkan dapat menyepakati kerangka acuan panel dalam waktu 20 hari setelah pembentukan panel.
Baca juga: Januari 2020, Indonesia-EU konsultasi revisi ekspor bijih nikel
Baca juga: Indonesia hadiri sidang WTO soal gugatan larang ekspor nikel
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Yuni Arisandy Sinaga
HAK CIPTA © ANTARA 2023